BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Penduduk
Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang
semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada
tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen
dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia
meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di
seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari
seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang
atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat
secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia
berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada
tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 :58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12
tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun sertatahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)
Peningkatan
jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik
dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang
penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio
ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk
usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut.
Wirakartakusuma dan Anwar (1994) memperkirakan angka2 ketergantungan usia
lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti
bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang
usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak
100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65
tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia
banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami
perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang
negatif.
Secara
umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami
penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan :
(1) perubahan
penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit,
(2) perubahan
bagian dalam tubuh seperti sistem saraf : otak, isi perut : limpa, hati,
(3) perubahan
panca indra : penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan
(4) perubahan
motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan
baru.
Perubahan-perubahan
tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang
akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka.
Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Masalah
umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu
rentannya terhadap berbagai penyakit , karena berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi pengaruh dari luar. Menurut data SKRT (Survey Kesehatan Rumah
Tangga) masih tinggi. SKRT tahun 1980 menunjukkan angka kesakitan penduduk usia
55 tahun ke atas sebesar 25,7 persen. Berdasarkan SKRT tahun 1986 angka
kesakitan usia 55 tahun 15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59
sebesar 11,6 persen ( Wirakartakusumah : 2000)
Dalam
penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan bahwa
lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara
lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga
menyebabkan aktifitas bekerja terganggu (Ilyas : 1997). Demikian juga temuan
studi yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor
tahun 1998, sekitar 74 persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis.
Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia,
sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Wirakartakusumah
: 2000).
Penurunan
kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Dengan berubahnya
penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia merasa rendah
diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Datangnya menopause bagi
perempuan akan menimbulkan perasaan tidak berguna , karena mereka tidak dapat
bereproduksi lagi. Inti dari kewanitaan adalah keberhasilan seorang wanita
untuk mengisi peranannya sebagai seorang ibu dan seorang istri (Saparinah, 1991).
Dengan asumsi tersebut menopause merupakan kejadian yang paling penting dan
yang paling banyak menimbulkan permasalahan bagi wanita.
Pada
umumnya masalah kesepian adalah masalah psikologis yang paling banyak dialami
lanjut usia. Beberapa penyebab kesepian antara lain
(1) longgarnya
kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah dewasa dan bersekolah
tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang terlampau rumit
(2) Berkurangnya
teman/relasi akibat kurangnya aktifitas di luar rumah
(3) kurangnya
aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak
(4) Meninggalnya
pasangan hidup
(5) Anak-anak
yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi, anak-anak
yang meninggalkan rumah untuk bekerja, Anak-anak telah dewasa dan membentuk
keluarga sendiri.
Beberapa
masalah tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi orang lanjut
usia. Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis, yang banyak mempengaruhi
kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri. Kondisi
kesehatan mental lanjut usia di Kecamatan Badung Bali menunjukkan bahwa pada
umumnya lanjut usia di daerah tersebut tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari, mereka mengeluh mengalami gangguan tidur.
Mereka
merasa tidak senang dan bahagia dalam masa tuanya, karena berbagai kebutuhan
hidup dasar tidak terpenuhi, dan merasa sangat sedih, sangat kawatir terhadap
keadaan lingkungannya. Dalam sosialisasi dalam urusan di masyarakat kurang
aktif (Suryani, 1999). Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa
kondisi kesehatan mental lanjut usia mempengaruhi berbagai kondisi lanjut usia
yang lain seperti kondisi ekonomi, yang menyebabkan orang lanjut usia tidak
dapat bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kondisi sosial yang
menyebabkan kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia dengan masyarakat.
Masalah
ekonomi yang dialami orang lanjut usia adalah tentang pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi
dan sosial. Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun menyebabkan mereka
kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif. Di sisi lain mereka
dituntut untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin
meningkat dari sebelumnya, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang,
pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit
ketuaan dan kebutuhan rekreasi.
Sedangkan
penghasilan mereka antara lain dari pensiun, tabungan, dan bantuan keluarga.
Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak
masalah. Tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak
memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan
jadi semakin terbatas. Jika tidak bekerja berarti bantuan yang diperoleh mereka
dapatkan dari bantuan keluarga, kerabat atau orang lain.
Dengan
demikian maka status ekonomi orang lanjut usia pada umumnya berada dalam
lingkungan kemiskinan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan orang lanjut usia
tidak mandiri, secara finansial tergantung kepada keluarga atau masyarakat bahkan
pemerintah Banyak lanjut usia dengan sia-sia mencari suatu bentuk pekerjaan. Upaya
untuk mencari pekerjaan setelah pensiun mengalami kesulitan, karena berbagai lowongan
pekerjaan di berbagai media masa selalu menghendaki tenaga kerja dengan
pendidikan tinggi, penampilan menarik, energik, loyalitas tinggi, dan usia maksimal
yang dikehendaki pada umumnya 25 – 30 tahun. Jika hal ini dikaitkan dengan
pencari kerja yang sudah lanjut usia yang pada umumnya berpendidikan rendah,
menurut Wirakartakusumah (2000) sekitar 52,5 persen dari 13,3 juta lansia tidak
pernah sekolah, tidak tamat SD sekitar 27,8 persen atau 3,7 juta orang ,
sehingga dengan demikian 80 persen lansia berpendidikan SD ke bawah dan tidak
memenuhi beberapa persyaratan yang dikehendaki perusahaan/industri maka membuat
tenaga kerja lanjut usia semakin tersingkir dari dunia kerja yang diharapkan.
Kurangnya pasaran kerja, membuat mereka tidak mampu bersaing dengan orang-orang
yang lebih muda dan berpendidikan. Disamping itu menurunnya kondisi fisik yang
tidak mungkin dapat menyesuaikan dengan pekerjaan-pekerjaan yang memegang
prinsip efektifitas dan kualitas serta kuantitas yang tinggi ikut berpengaruh.
Dengan demikian pengangguran lanjut usia akan semakin banyak, dan lanjut usia
semakin berada pada garis kemiskinan dan semakin tergantung pada generasi muda Di
jaman modernisasi, hubungan orang muda dan orang tua semakin renggang.
Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya, sehingga
mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti
ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya
perhatian dan pemberian perawatan terhadap orang tua. Kondisi perkotaan yang
berpacu untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan banyak menimbulkan rasa
kecemasan, ketegangan, ketakutan, bagi penduduknya yang dapat menyebabkan
penyakit mental. Kondisi perkotaan yang besifat individualisme menyebabkan
kontak sosial menjadi longgar sehingga penduduk merasa tidak aman, kesepian dan
ketakutan.
Untuk
memperbaiki kualitas sumber daya manusia lanjut usia perlu mengetahui kondisi
lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat
diarahkan menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut
perlu diketahui kondisi lanjut usia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi
ekonomi, dan kondisi sosial. Dengan mengetahui kondisikondisi itu, maka
keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan
perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan orang lanjut usia tergantung
pada orang lain. Jika lanjut usia dapat mengatasi persoalan hidupnya maka
mereka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah satunya yaitu tidak
tergantung pada orang lain.
Dengan
demikian angka ratio ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah
akan berkurang Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan
pada bagian terdahulu, maka beberapa masalah utama yang dihadapi lanjut usia
pada Umumnya adalah :
1) Menurunnya
daya tahan fisik
2) Masa
pensiun bagi lanjut usia yang dahulunya bekerja sebagai pegawai negeri sipil
yang menyebabkan menurunya pendapatan dan hilangnya prestise
3) Perkawinan
anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua
4) Urbanisasi
penduduk usia muda yang menyebabkan lanjut usia terlantar,
5) Kurangnya
dukungan dari keluarga lanjut usia
6) Pola
tempat tinggal lanjut usia; lanjut usia yang hidup di rumah sendiri, tinggal
bersama dengan anak /menantu, dan tinggal di panti werdha.
Dengan
permasalahan yang komplek yang dialami oleh lanjut usia maka peneliti memilih
permasalahan pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan
kondisi sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia.
B.
Rumusan
masalah
1. Pengertian
keluarga menurut para ahli
2. Pengertian
keluarga usia lanjut
3. Sejarah
keluarga usia lanjut
4. Negara
penganut keluarga usia lanjut
5. Kelebihan
dan kelemahan keluarga usia lanjut
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini untuk
menjelaskan tentang keluarga usia lanjut
D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini sebagai
penambah pengetahuan tentang keluarga usia lanjut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Lanjut Usia
Lanjut
usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan
batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek
ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara
biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.
Secara
ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai
sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan
masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan
masyarakat Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial
di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber
daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan
sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia
menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara
Pembaharuan 14 Maret 1997)
Menurut
Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa
dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain,
periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa
kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa
ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah
kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.
Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks
eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka
kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga
lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara
kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan keputusasaan. Lansia
ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin
cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping
itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis.
Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari
hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang
paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah
untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia
pada berbagai sumber data kependudukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45
-59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old)
75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan
menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang
berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas,
tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan
pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada
usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium
pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan
berbagai tekanan psikologis.
Dengan
demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Demikian juga batasan
lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang
pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan
bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam
undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56
tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan
usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam
penelitan ini digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut
usia
B. Kebutuhan
Hidup Orang Lanjut Usia
Setiap
orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup
yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara
lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara
rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman,
kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam
segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak
berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang
baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri.
Kebutuhan
tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan
bahwa kebutuhan manusia meliputi
1. Kebutuhan
fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti
pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya.
2. Kebutuhan
ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan
ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari
tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya
3. Kebutuhan
sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi
dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga,
kesamaan hobby dan sebagainya
4. Kebutuhan
harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui
akan keberadaannya, dan
5. Kebutuhan
aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk
mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya
masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan.
Sejak
awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis
dasar (Setiati,2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia
membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap
lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri
orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya . Jika kebutuhankebutuhan
tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang
lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya
C. Faktor
Kesehatan
Faktor
kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Faktor
kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik
terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian
terhadap kondisi lanjut usia
1) Kesehatan
Fisik
Faktor
kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Keadaan fisik
merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, pancaindera,
potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu (
Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri
kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa
serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem
pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang
sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan,
saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk menkaji fisik pada orang
lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran,
penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.
Pada
umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi
dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.
2) Kesehatan
Psikis
Dengan
menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara otomatis akan
timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya kesehatan
psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan
pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam
menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan
tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.
Menurunnya
kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Zainudin (2002).
Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko
motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian
lanjut usia sebagai berikut :
1. Tipe
kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang
dan mantap sampai sangat tua
2. Tipe
Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang
memberikan otonomi pada dirinya
3. Tipe
Kepribadian Tergantung , pada tipe ini sangat dipengaruhi kehidupan keluarga .
Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut usia tidak akan
timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan
4. Tipe
Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia tetap
merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang kadang-kadang
tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak
5. Tipe
Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya
3) Faktor
Ekonomi
Pada
umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif
lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)
yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997). Golongan
mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati
kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut
dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap
lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi , tetapi sempat
mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantar anak-anaknya ke jenjang
pendidikan tinggi, sehingga kelak akan dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan
golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup
kepada anaknya sehingga ketika purna tugas datang akan mendatangkan kecemasan
karena terancam kesejahteraan Pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat ditinjau dari
pendapatan lanjut usia dan kesempatan kerja.
4) Pendapatan
Pendapatan
orang lanjut usia berasal dari berbagai sumber. Bagi mereka yang dulunya
bekerja , mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi lanjut usia yang sampai
saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji atau upah. Selain itu sumber
keuangan yang lain adalah keuntungan, bisnis, sewa, investasi, sokongan dari
pemerintah atau swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga (Kartari, 1993 ; Yulmardi,
1995).
Upah/gaji
sebagai imbalan dari hasil kerja para lanjut usia tidaklah tinggi. Data hasil
Sensus Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) tahun 1996 memperlihatkan bahwa upah
yang diterima orang lanjut usia antara Rp.50.000,- sampai dengan Rp. 300.000,-
per bulan (Wirakartakusuma,2000). Di perkotaan upah/gaji para lanjut usia yang
bekerja relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Namun hal ini tidak berarti
lanjut usia perkotaan lebih sejahtera daripada lanjut usia perdesaan. Adanya
upah lanjut usia yang sangat minim jika tidak ditunjang dengan dukungan
finansial dari pihak lain baik anggota keluarga maupun orang lain tidak dapat
berharap bahwa lanjut usia tersebut akan hidup dalam kondisi yang
menguntungkan.
Tingkat
pendidikan lanjut usia pada umumnya sangat rendah. Hal ini berpengaruh terhadap
produktivitas kerja sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil.
Menurut Sedarmayanti (2001) pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan
keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan maka akan
meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan
Nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang
mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis,
kelemahan fisik . Jadi jika lanjut usia dengan kondisi yang serba menurun
bekerja sudah tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.
5) Kesempatan
Kerja
Bekerja
adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu (Sumarjo,
1997). Bekerja sering dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan sering
dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia
harus bekerja. Dengan bekerja orang akan dapat memberi makan dirinya dan
keluarganya, dapat membeli sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya yang lain
Saat
ini ternyata diantara lanjut usia banyak yang tidak bekerja. Tingkat
pengangguran lanjut usia relatif tinggi di daerah perkotaan, yaitu 2,2%. Dengan
makin sempitnya kesempatan kerja maka kecenderungan pengangguran lanjut usia
akan semakin banyak . Partisipasi angkatan kerja makin tinggi di perdesaan
daripada di kota. Lanjut usia yang masih bekerja sebagian besar terserap dalam
bidang pertanian. Di perkotaan lebih banyak yang bekerja di sektor perdagangan
yaitu 38,4% sedangkan yang bekerja disektor pertanian 27,0% , sisanya berada
disektor jasa 17,3%, industri 9,3% angkutan 3,3%, bangunan 2,8% dan sektor
lainnya relatif kecil 1%.
Seringkali
mereka menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang tersedia
bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan sanggup untuk melakukan
pekerjaan tersebut, karena pendidikan yang dimiliki lanjut usia tidak lagi
terarah pada pasar tenaga kerja tidak dimasukkan dalam kebijakan – kebijakan
pendidikan yang berkelanjutan. Pembinaan ketrampilan dan pelatihan yang
dilakukan terus-menerus hanya berlaku bagi orang-orang muda . Hal inilah yang
menyebabkan sulitnya lanjut usia bersaing di pasaran kerja, sehingga banyak
orang lanjut usia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan mereka
masih berkeinginan untuk bekerja.
Ada
beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja lanjut usia (
Hurlock, 1994) :
1. Wajib
Pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan mewajibkan pekerja
pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja yang
mendekati usia wajib pensiun, karena waktu, tenaga dan biaya untuk melatih
mereka sebelum bekerja relatif mahal
2. Jika
personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para lanjut usia
sulit mendapatkan pekerjaan
3. Sikap
sosial . Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan, karena
kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern merupakan
penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang lanjut usia
4. Fluktuasi
dalam Daur Usaha. Jika kondisi usaha suram maka lanjut usia yang pertama kali
harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila
kondisi usaha sudah membaik.
D. Faktor Hubungan Sosial
Faktor
hubungan sosial meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan
keluarga, teman sebaya/ usia lebih muda, dan masyarakat. Dalam hubungan ini
dikaji berbagai bentuk kegiatan yang diikuti lanjut usia dalam kehidupan
sehari-hari.
1) Sosialisasi
Pada Masa Lanjut Usia
Sosialisasi
lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja
atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang biasanya menjadi curahan
segala masalah sudah tidak dapat dijumpai setiap hari. Lebih-lebih lagi ketika
teman sebaya/sekampung sudah lebih dahulu meninggalkannya. Sosialisasi yang
dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan masyarakat yang relatif berusia muda
.
Pada
umumnya hubungan sosial yang dilakukan para lanjut usia adalah karena mereka
mengacu pada teori pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan
manusia umumnya berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan
kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan seorang
diripun dapat menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat
karya seni, dan sebagainya, karena pengalaman-pengalaman tadi dapat
dikomunikasikan dengan orang lain.
Menurut
Sri Tresnaningtyas Gulardi (1999) ada dua syarat yang harus dipenuhi bagi
perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial :
1. Perilaku
tersebut berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui
interaksi dengan orang lain
2. Perilaku
harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan. Tujuan yang
hendak dicapai dapat berupa imbalan intrinsik, yaitu imbalan dari hubungan itu
sendiri, atau dapat berupa imbalan ekstrinsik, yang berfungsi sebagai alat bagi
suatu imbalan lain dan tidak merupakan imbalan bagi hubungan itu sendiri.
Jadi
pada umumnya kebahagiaan dan penderitaan manusia ditentukan oleh perilaku orang
lain. Sama halnya pada tindakan manusia yang mendatangkan kesenangan disatu
pihak dan ketidak senangan di pihak lain. Lebih lanjut dikatakan oleh Soerjono
Soekamto ( 1997) bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila
tidak memenuhi dua syarat, yaitu :
1. Adanya
kontak sosial. Dengan perkembangan teknologi sekarang ini kontak sosial dapat
dilakukan melalui, surat, telepon radio dan sebagainya.
2. Adanya
komunikasi. Berkomunikasi adalah suatu proses yang setiap hari dilakukan . Akan
tetapi komunikasi bukanlah suatu hal yang mudah. Sebagai contoh salah paham
merupakan hasil dari komunikasi yang tidak efektif dan sering terjadi.
Berkomunikasi
dengan orang lanjut usia merupakan hal lebih sulit lagi. Hal ini disebabkan
lanjut usia memiliki ciri yang khusus dalam perkembangan usianya. Ada dua
sumber utama yang menyebabkan kesulitan berkomunikasi dengan lanjut usia, yaitu
penyebab fisik dan penyebab psikis. Penyebab fisik, pendengaran lanjut usia
menjadi berkurang sehingga orang lanjut usia sering tidak mendengarkan apa yang
dibicarakan. Secara psikis, orang lanjut usia merasa mulai kehilangan kekuasaan
sehingga ia menjadi seorang yang lebih sensitif , mudah tersinggung sehingga
sering menimbulkan kesalah pahaman. Simulasi yang bersifat simultif/merangsang
lanjut usia untuk berpikir, dan kemampuan berpikir lanjut usia akan tetap aktif
dan terarah.
2) Tradisi
di Indonesia
Di
Indonesia umumnya memasuki usia lanjut tidak perlu dirisaukan. Mereka cukup
aman karena anak atau saudara-saudara yang lainnya masih merupakan jaminan yang
baik bagi orang tuanya. Anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak
dapat mengurus dirinya sendiri. Nilai ini masih berlaku, memang anak wajib
memberikan kasih sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka dapatkan ketika
mereka masih kecil.. Para usia lanjut mempunyai peranan yang menonjol sebagai
seorang yang “dituakan”, bijak dan berpengalaman, pembuat keputusan , dan kaya
pengetahuan. Mereka sering berperan sebagai model bagi generasi muda, walaupun
sebetulnya banyak diantara mereka tidak mempunyai pendidikan formal Pengalaman
hidup lanjut usia merupakan pewaris nilai-nilai sosal budaya sehingga dapat
menjadi panutan bagi kesinambungan kehidupan bermasyarakat dan berbudaya.
Walaupun sangat sulit untuk mengukur berapa besar produktivitas budaya yang
dimiliki orang lanjut usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan
manfaatnya oleh para generasi penerus mereka (Yasa, 1999). Salah satu
produktivitas budaya yang dimiliki lanjut usia adalah sikap suka memberi .
Memberi adalah suatu bentuk komunikasi manusia. Dengan hubungan itu manusia
memberikan arti kepada dirinya, dan juga kepada sesamanya (Sumarjo,1997). Dasar
perbuatan memberi adalah cinta kasih , perhatian, pengenalan, dan simpati
terhadap sesama. Itu berarti seseorang perduli kepada orang lain dan ingin
menolong orang lain untuk mengembangkan dirinya. Lanjut usia dapat memberi
kepada orang lain/generasi muda dalam wujud pengetahuan, pikiran, tenaga
perbuatan, selain memberikan apa yang dimiliki
3) Pola
Tempat Tinggal
Secara
umum lanjut usia cenderung tinggal bersama dengan anaknya yang telah menikah
(Rudkin, 1993). Tingginya penduduk lanjut usia yang tinggal dengan anaknya
menunjukkan masih kuatnya norma bahwa kehidupan orang tua merupakan
tanggungjawab anak-anaknya. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI, 1993) terhadap 400 penduduk
usia 60-69 tahun, yang terdiri dari 329 pria dan 71 wanita, menunjukkan bahwa
hanya sedikit penduduk lanjut usia yang tinggal sendiri (1,5%), diikuti oleh
yang tinggal dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu (5,0%), tinggal dengan
suami/istri dan anak (29,8%), tinggal dengan suami,istri dan menantu (19,5%),
dan penduduk lanjut usia yang tinggal dengan pasangannya ada 18,8%. Hasil
temuan Yulmardi (1995) juga menunjukkan bahwa masyarakat lanjut usia di
Sumatera , khususnya di pinggiran kota Jambi sebagian besar tinggal dalam
keluarga luas. Menurut Rudkin (1993) penduduk lanjut usia yang hidup sendiri
secara umum memiliki tingkat kesejahteraan
4) Dukungan
Keluarga dan Masyarakat
Bagi
lanjut usia, keluarga merupakan sumber kepuasaan. Data awal yang diambil oleh
peneliti terhadap lanjut usia berusia 50, 60 dan 70 tahun di kelurahan
Jambangan menyatakan bahwa mereka ingin tinggal di tengah-tengah keluarga.
Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para lanjut usia merasa bahwa
kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek,
dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya formal, gaya
bermain, gaya pengganti orang tua, gaya bijak, gaya orang luar, dimana setiap
gaya membawa keuntungan dan kerugian masing-masing . Akan tetapi keluarga dapat
menjadi frustasi bagi orang lanjut usia. Hal ini terjadi jika ada hambatan
komunikasi antara lanjut usia dengan anak atau cucu dimana perbedaan faktor
generasi memegang peranan Sistem pendukung lanjut usia ada tiga komponen
menurut Joseph. J Gallo ( 1998 ), yaitu jaringan-jaringan informal, system
pendukung formal dan dukungan-dukungan semiformal. Jaringan pendukung informal
meliputi keluarga dan kawan-kawan. Sistem pendukung formal meliputi tim
keamanan sosial setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan sosial.
Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi yang
disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar seperti perkumpulan pengajian,
gereja, atau perkumpulan warga lansia setempat.
Sumber-sumber
dukungan-dukungan informal biasanya dipilih oleh lanjut usia sendiri.
Seringkali berdasar pada hubungan yang telah terjalin sekian lama. Sistem
pendukung formal terdiri dari program Keamanan Sosial, badan medis, dan Yayasan
Sosial. Program ini berperan penting dalam ekonomi serta kesejahteraan sosial
lanjut usia, khususnya dalam gerakan masyarakat industri, dimana anak-anak
bergerak menjauh dari orangtua mereka. Kelompok-kelompok pendukung semiformal,
seperti kelompok-kelompok pengajian, kelompokkelompok gereja, organisasi
lingkungan sekitar, klub-klub dan pusat perkumpulan warga senior setempat
merupakan sumber-sumber dukungan sosial yang penting bagi lanjut usia. Lanjut
usia harus mengambil langkah awal untuk mengikuti sumbersumber dukungan di
atas. Dorongan, semangat atau bantuan dari anggota-anggota keluarga,
masyarakat, sangat dibutuhkan oleh lanjut usia. Jenis-jenis bantuan informal,
formal, dan semiformal apa sajakah yang tersedia bagi lanjut usia yang terkait
pada masa lampaunya.
E. Kemandirian
Ketergantungan
lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya fungsi luhur /pikun atau
mengidap berbagai penyakit . Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di
perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto 2002).
Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat membantu atau merawat
mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita sesuai dengan citra dirinya
yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya unsur “sungkan”
untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak memiliki anak
atau anak pergi urbanisasi ke kota . Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat
dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha
Lanjut
usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan lanjut usia
yang secara fisik kesehatannya cukup prima . Dari aspek sosial ekonomi dapat
dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik
lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya
tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa
menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat
hidupnya
Kemandirian
orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental. Ditinjau dari
kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari WHO pada
tahun 1959 ( Hardywinoto :1999) yang menyatakan bahwa mental yang sehat / mental
health mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
1. Dapat
menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau
realitas tadi buruk
2. Memperoleh
kepuasan dari perjuangannya
3. Merasa
lebih puas untuk memberi daripada menerima
4. Secara
relatif bebas dari rasa tegang dan cemas
5. Berhubungan
dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan
6. Menerima
kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan
7. Menjuruskan
rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif
8. Mempunyai
daya kasih sayang yang besar
Selain
itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup.
Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) menurut
Setiati (2000) ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar
meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air
besar/kecil,dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang
komplek seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.
Salah
satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dirinya (self
actualized ) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan
dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensi-potensi mereka
sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria
orang yang mandiri menurut Koswara (1991) adalah mempunyai
1. kemantapan
relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan-goncangan atau frustasi
2. kemampuan
mempertahankan ketenangan jiwa
3. kadar
arah yang tinggi
4. agen
yang merdeka
5. aktif
dan
6. bertanggung
jawab.
Lanjut
usia yang mandiri dapat menghindari diri dari penghormatan, status, prestise
dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar diri mereka anggap kurang
penting dibandingkan dengan pertumbuhan diri. Poerwadi mengartikan mandiri
adalah dimana seseorang dapat mengurusi dirinya sendiri (2001 : 34). Ini berarti
bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya siap mandiri berarti dirinya
ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau tergantung kepada orang lain.
Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan hidupnya
nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian
dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya
sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Lanjut usia merupakan istilah
tahap akhir dari proses penuaan. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah
penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia
lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang
beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat,
bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali
dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Dari aspek
sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri.
B. SARAN
Sebagai orang yang beriman dan taat
beragama kita sebagai generasi muda harus menyantuni orang tua yang sudah tidak
dapat mengurus dirinya sendiri. Nilai ini harus dipertahankan, memang kewajiban
seorang anak memberikan kasih sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka
dapatkan ketika mereka masih kecil. Dan peranan orang lanjut usia yang menonjol
sebagai seorang yang “dituakan”, bijak dan berpengalaman, pembuat keputusan ,
dan kaya pengetahuan harus dihormati.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes
RI. 2001, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta
Mariam,
Siti,R, 2010, Buku Panduan bagi Kader
POSBINDU Lansia, Jakarta TIM
Marylin,
M, Fredman, 2010, Buku Ajar Keperawatan Keluarga, Jakarta EGC
Noorkasiani,
Tamher, S, 2009, Kesehatan Usia Lanjut
dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika
Sudaryanto,
Agus, Indrawati. 2008, Persepsi Lansia terhadap
Kegiatan Pembinaan Kesehatan
Lansia di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Prambanan Yogyakarta, Jurnal
Kesehatan, Vol 1