Selasa, 15 Januari 2013

Polimiositis DAN Dermatomiositis


RIO PRANATA 
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN 
 Polimiositis DAN Dermatomiositis

A .Definisi
Polimiositis merupakan promezolenyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot(kelemahan muskuloskeletal proksimal).Dermatomiositis adalah polimiositis yang disertai dengan peradangan pada kulit.Penyakit ini menyebabkan kelemahan dan kemunduran otot.Kelemahan otot terutama mengenai otot bahu dan panggul, tetapi bisa mengenai otot-otot yang simetris di seluruh tubuh.Polimiositis dan dermatomiositis biasanya terjadi pada dewasa (usia 40-60 tahun) atau pada anak-anak (usia 5-15 tahun).Wanita 2 kali lebih sering terkena.Pada dewasa, penyakit ini bisa terjadi sendiri atau merupakan bagian dari penyakit jaringan ikat lainnya, misalnya penyakit jaringan ikat campuran.
B .Keluhan utama
biasanya mengeluh lemah otot, nyeri sendi, sulit atau tidak dapat melakukan kegiatan pergerakan dan pada dermatomiositis ditemukan tanda eritema.

C .Riwayat Kesehatan

a.      Riwayat Penyakit Sekarang.
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa yang dilakukan untuk menanggulanginya.

b.      Riwayat Penyakit Dahulu.
pada pasien apakah pernah mengalami kelemahan otot, nyeri sendi sebelumnya dan  pasien.
c.       Riwayat Penyakit Keluarga.
Apakah ada keluarga pasien yang pernah menderita miositis, polimiositis
{deramatomiositis}.

D .Pemeriksaan Fisik
1.      Data subjektif.
ú  Kelemahan otot.
ú  yeri sendi.
ú    Nyeri otot.
ú  Masalah gastrointestinal {nafsu makan menurun}.

2.      Data objektif.
ú  Palpasi otot dan sendi apakah ada nyeri.
ú  Apakah mengalami kesukaran bernafas.
ú  Kontraktur dan atrofi otot.
ú  BB menurun.
ú  Observasi kemerahan pada siku, tangan, lutut, bahu, dada.
{dermatomiosistis}.

E .Manifestasi klinis
Virus atau reaksi autoimun diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana reaksi autoimun terhadap kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahan yang terkandung di dalam otot.
Sekitar 15% penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun, juga menderita kanker.JALA
Gejalanya pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak gejalanya timbul secara lebih mendadak.
• Kelemahan otot : bertahap, progresif, bilateral, dan proksimal disertai nyeri pada daerah yang terkena; ditandai dengan kesulitan menaiki tangga dan bangun dari kursi. Peradangan otot skeletal dan otot polos saluran cerna disertai disfagia dan pengosongan lambung terlambat.
• Ruam eritomatosa kehitaman pada daerah yang terpajan sinar matahari, daerah berbentuk kupu-kupu pada wajah, leher, bahu, kehilangan pigmen.
• Ruam heliotrope (diskolorasi ungu) disekitar kelopak mata atas.
• Eritema subungal, telangiektasis kutikular, tanda Gottron (bercak bersisik) disekitar dorsum PIP, MCP, dan siku, tangan mekanik (pecahnya kulit pada distal ujung jari)
• Poliartralgia atau poliartritis, malaise
• Vaskulitis kulit, otot, traktus gastrointestinal dan mata, serta fenomena Raynaud
• Terkenanya viseral

            Paru : alveolitis akut, penyakit paru interstisialis kronis, dan kelemahan otot pernafasan
Jantung (33%) : miokarditis, perikarditis dan aritmia Gejalanya bisa dimulai selama atau sesudah suatu infeksi, yaitu berupa:
  • kelemahan otot (terutama otot lengan atas, panggul dan paha)
  • nyeri otot dan sendi
  • fenomena Raynaud
  • kemerahan (ruam kulit)
  • kesulitan menelan
  • demam
  • kelemahan dan
  • penurunan berat badan.
Kelemahan otot bisa dimulai secara perlahan atau secara tiba-tiba, dan bisa memburuk dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Karena yang paling sering terkena adalah otot-otot yang dekat dengan pusat badan, penderita akan mengalami kesulitan dalam mengangkat lengannya melampaui bahu, menaiki tangga dan bangun dari posisi duduk di kursi. Jika menyerang otot leher, penderita akan mengalami kesulitan pada saat mengangkat kepalanya dari bantal. Kelemahan pada bahu atau panggul menyebabkan penderita harus duduk di kursi dorong atau di tempat tidur.
Kerusakan otot pada bagian atas kerongkongan bisa menyebabkan kesulitan menelan dan regurgitasi makanan.Kerusakan otot tidak terjadi pada otot-otot tangan, kaki dan wajah.
Pada 1/3 kasus terjadi pembengkakan dan nyeri sendi, tetapi cenderung ringan.Fenomena Raynaud lebih sering terjadi pada penderita polimiositis yang disertai penyakit jaringan ikat lainnya.


Polimiositis biasanya tidak mengenai organ-organ dalam selain tenggorokan dan kerongkongan.Tetapi paru-paru bisa terkena, menyebabkan sesak nafas dan batuk.Perdarahan pada ulkus di lambung atau usus, bisa menyebabkan tinja berdarah atau tinja kehitaman, yang lebih sering terjadi pada anak-anak.
Pada dermatomiositis,kemerahan cenderung timbul bersamaan dengan melemahnya otot dan gejala lainnya. Pada wajah bisa timbul bayangan kemerahan (ruam heliotrop).Yang khas adalah pembengkakan ungu-kemerahan di sekeliling mata.Kemerahan lainnya, apakah bersisik, licin atau menonjol, bisa timbul di hampir seluruh bagian tubuh, tetapi yang paling sering muncul di buku-buku jari.Bantalan kuku jari tampak kemerahan.Pada saat kemerahan ini memudar, timbul bercak kecoklatan, jaringan parut, pengkerutan atau bercak pucat di kulit.
DAFTAR PUSTAKA 
 
Elizabeth J. Corwin. Saku Patofisiologi 2008. EGC.JAKARTA
Mark H. Swartz. Ajar Diagnostik Fisik.1995 ECG.JAKARTA  

Sabtu, 05 Januari 2013

Konsep Diri













Menurut William D. Brooks yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat (2003: 99), “Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita, persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis”. Dan menurut Anita Taylor et al yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat (2003: 100), “Konsep diri adalah penilaian tentang diri kita yang meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan oleh diri kita”. Konsep diri dapat didefinisikan secara umum “Sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya”.


Konsep diri(self)adalah merupakan bagiyan dari masalah kebutuhan psikososial yang tidak didapat sejak lahir,akan tetapi dapat dipelajari sebagi hasil dari penglaman seseorang terhadap dirinya.Istilah konsep mencakup konsep,keyakinan,dan pendirian yang ada dalam pengetahuan sesorang  tenteng dirinya sendiri dan mengetahui hubungan individu tersebut dengan orang lain.Konsep diri tidak ada saat lahir tetapi berkembang secara perlahan – lahan sebagai hasil pengalaman unik dengan diri sendiri dengan orang yang berarti dandengan sesuatu yang nyata di ingkungan.bagai manapun konsepvdiri bisa atau tidak bisa merefleksikan realita.

a.   Konsep Diri Positif

   Konsep diri positif menurut James F. Calhoun (1995:72-74): yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan perilaku tidak selalu disetujui oleh orang lain, mampu memperbaiki diri.
   Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri, bukan sebagi suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri positif  bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya, sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai serta mampu menghadapi kehidupan didepannya dan menganggap hidup adalah suatu proses penemuan.

b.konsep diri negatif 

 Konsep diri negatif menurut James F. Calhoun (1995:72-74)  : peka pada kritik, responsif 

sekali pada pujian, hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, bersikap pesimitis

 pada kompetensi.

Daftar pustaka 
 Alimul, H. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses       keperawatan.  Jakarta : Salemba Medika.

Munandar, Utami.  2004.  Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.  Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

 Tarwoto & Wartonah. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan, edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.











































     
   

Faktor-faktor yang mempengaruhi Hemoglobin


Menurut Costill (1998:48), Haemoglobin adalah zat yang terdapat dalam butir darah merah. Haemoglobin sebenarnya adalah merupakan protein globuler yang di bentuk dari 4 sub unit, dan setiap sub unit mengandung hame. Haemoglobin adalah suatu protein yang membawa oksigen dan yang memberi warna merah pada sel darah merah (Barger, 1982:171).

Faktor-faktor yang mempengaruhi afinitas Hemoglobin (Hb) terhadap O2

a. keasaman atau pH
Keasaman bertambah atau pH semakin turun dan kadar ion H+ meningkat akan melemahkan ikatan antara oksigen dan hemoglobin sehingga kurva disosiasi oksigen-hemoglobin bergerak ke kanan (Afinitas Hb terhadap O2 berkurang ) sehingga menyebabkan hemoglobin melepaskan lebih banyak oksigen ke jaringan. Misal peningkatan asam laktat dan asam karbonat yang dihasilkan oleh jaringan yang aktif secara metabolic. Keasaman turun atau PH naik afinitas Hb terhadap O2 bertambah sehingga kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergerak ke kiri (afinitas Hb tehadap O2 Bertambah) dan hemoglobin banyak mengikat O2. Hb bekerja sbg buffer utk ion H+ .
b. PO2 atau tekanan parsial O2
Apabila PO2 darah meningkat , misalnya seperti di kapiler paru, Hb berikatan dg sejml besar O2 mendekati 100% jenuh, PO2 60-100 mmHg : Hb >/90% jenuh (afinitas Hb terhadap O2 bertambah) dan kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergerak ke kiri.
Dan apabila PO2 menurun, misal di kapiler sistemik PO2 antara 40 & 20 mmHg (75-35% jenuh) : sejml besar O2 dilepas dr Hb setiap penurunan PO2 , afinitas Hb terhadap O2 berkurang dan kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergeser ke kanan.
c. PCO2 atau tekanan parsial CO2
PCO2 darah meningkat di kapiler sistemik sehingga CO2 berdifusi dari sel ke darah mengikuti penurunan gradiennya menyebabkan penurunan afinitas Hb terhadap O2 (Hb lebih banyak membebaskan O2) kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergeser ke kanan.
PCO2 darah menurun di kapiler paru sehingga CO2 berdifusi dari darah ke alveoli menyebabkan peningkatan afinitas Hb terhadap O2 ( Hb lebih banyak mengikat O2) kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergeser ke kiri.
d. Temperatur atau suhu
Panas yang dihasil reaksi metabolism dari kontraksi otot melepaskan banyak asam & panas menyebabkan temperatur tubuh naik dan sel aktiv perlu banyak O2 memacu pelepasan O2 dr oksiHb (afinitas Hb tehadap O2 berkurang) kurva bergeser ke kanan.
Hipotermia menyebabkan metabolisme sel lambat sehingga O2 yang dibutuhkan jaringan sedikit pelepasan O2 dari Hb juga lambat (afinitas Hb terhadap O2 berkurang) dan kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergeser ke kiri.
e. BPG
Peningkatan BPG yang dihasikan dari suatu metabolit glikolisis dan terdapat dalam darah sehingga Hb berikatan dg BPG dapat mengurangi afinitas Hb thd O2 dan kurva bergeser ke kanan. Hormon tiroksin, GH, epinefrin, norepi & testosteron dapat meningkatkan pembentukan BPG dan kadar BPG meningkat pada orang yg tinggal di dataran tinggi.
Penurunan BPG di darah menyebabkan ikatan Hb terhadap O2 semakin kuat karena Hb tidak diikat oleh BPG afinitas Hb terhadap O2 bertambah, kurva disosiasi oksigen hemoglobin bergeser ke kiri.
 
 

Pengobatan hemoglobin rendah

untuk memastikan anda bisa pergi kedokter untuk kepastian dan jalan keluar yang terbaik. Namun jika anda sudah tau kekurangan hemoglobin (hemoglobin rendah) atau terkena anemia, dan ingin mengkonsumsi makanan dan sayuran penambah zat besi yang akan meningkatkan hemoglobin. Anda bisa mengkonsumsi kacang polong, aprikot, daging, udang, tiram, sereal, kacang polong dan juga kismis.
Namun ini tidaklah instan meningkatkan zat besi di dalam tubuh anda dan zat besi dengan cepat meningkatkan hemoglobin. Tetaplah butuh proses, sebaiknya anda harus rajin mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi yang tinggi

Sumber ; Buku,Biokimi hepar (2008) 
        Buku, Asmadi,2008.Teknik Prosedur Konsep dan Apliksi Kebutuhan Dasar Klien.Salemba Medika.Jakarta              


             

Cara Pencegahan Penyakit Hipogonadisme | Cara Mengobati | Mengatasi | Pencegahan | Obat Herbal | Penyakit

Cara Pencegahan Penyakit Hipogonadisme | Cara Mengobati | Mengatasi | Pencegahan | Obat Herbal | Penyakit

Senin, 17 Desember 2012

lansia


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 :58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun sertatahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma dan Anwar (1994) memperkirakan angka2 ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif.



Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan :
(1)   perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit,
(2)   perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf : otak, isi perut : limpa, hati,
(3)   perubahan panca indra : penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan
(4)   perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan baru.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu rentannya terhadap berbagai penyakit , karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar. Menurut data SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) masih tinggi. SKRT tahun 1980 menunjukkan angka kesakitan penduduk usia 55 tahun ke atas sebesar 25,7 persen. Berdasarkan SKRT tahun 1986 angka kesakitan usia 55 tahun 15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59 sebesar 11,6 persen ( Wirakartakusumah : 2000)
Dalam penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja terganggu (Ilyas : 1997). Demikian juga temuan studi yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor tahun 1998, sekitar 74 persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Wirakartakusumah : 2000).






Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Dengan berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Datangnya menopause bagi perempuan akan menimbulkan perasaan tidak berguna , karena mereka tidak dapat bereproduksi lagi. Inti dari kewanitaan adalah keberhasilan seorang wanita untuk mengisi peranannya sebagai seorang ibu dan seorang istri (Saparinah, 1991). Dengan asumsi tersebut menopause merupakan kejadian yang paling penting dan yang paling banyak menimbulkan permasalahan bagi wanita.
Pada umumnya masalah kesepian adalah masalah psikologis yang paling banyak dialami lanjut usia. Beberapa penyebab kesepian antara lain
(1)   longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah dewasa dan bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang terlampau rumit
(2)   Berkurangnya teman/relasi akibat kurangnya aktifitas di luar rumah
(3)   kurangnya aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak
(4)   Meninggalnya pasangan hidup
(5)   Anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja, Anak-anak telah dewasa dan membentuk keluarga sendiri.
Beberapa masalah tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi orang lanjut usia. Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis, yang banyak mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri. Kondisi kesehatan mental lanjut usia di Kecamatan Badung Bali menunjukkan bahwa pada umumnya lanjut usia di daerah tersebut tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari, mereka mengeluh mengalami gangguan tidur.
Mereka merasa tidak senang dan bahagia dalam masa tuanya, karena berbagai kebutuhan hidup dasar tidak terpenuhi, dan merasa sangat sedih, sangat kawatir terhadap keadaan lingkungannya. Dalam sosialisasi dalam urusan di masyarakat kurang aktif (Suryani, 1999). Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa kondisi kesehatan mental lanjut usia mempengaruhi berbagai kondisi lanjut usia yang lain seperti kondisi ekonomi, yang menyebabkan orang lanjut usia tidak dapat bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kondisi sosial yang menyebabkan kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia dengan masyarakat.
Masalah ekonomi yang dialami orang lanjut usia adalah tentang pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial. Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun menyebabkan mereka kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif. Di sisi lain mereka dituntut untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat dari sebelumnya, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi.
Sedangkan penghasilan mereka antara lain dari pensiun, tabungan, dan bantuan keluarga. Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak masalah. Tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas. Jika tidak bekerja berarti bantuan yang diperoleh mereka dapatkan dari bantuan keluarga, kerabat atau orang lain.
Dengan demikian maka status ekonomi orang lanjut usia pada umumnya berada dalam lingkungan kemiskinan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan orang lanjut usia tidak mandiri, secara finansial tergantung kepada keluarga atau masyarakat bahkan pemerintah Banyak lanjut usia dengan sia-sia mencari suatu bentuk pekerjaan. Upaya untuk mencari pekerjaan setelah pensiun mengalami kesulitan, karena berbagai lowongan pekerjaan di berbagai media masa selalu menghendaki tenaga kerja dengan pendidikan tinggi, penampilan menarik, energik, loyalitas tinggi, dan usia maksimal yang dikehendaki pada umumnya 25 – 30 tahun. Jika hal ini dikaitkan dengan pencari kerja yang sudah lanjut usia yang pada umumnya berpendidikan rendah, menurut Wirakartakusumah (2000) sekitar 52,5 persen dari 13,3 juta lansia tidak pernah sekolah, tidak tamat SD sekitar 27,8 persen atau 3,7 juta orang , sehingga dengan demikian 80 persen lansia berpendidikan SD ke bawah dan tidak memenuhi beberapa persyaratan yang dikehendaki perusahaan/industri maka membuat tenaga kerja lanjut usia semakin tersingkir dari dunia kerja yang diharapkan. Kurangnya pasaran kerja, membuat mereka tidak mampu bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dan berpendidikan. Disamping itu menurunnya kondisi fisik yang tidak mungkin dapat menyesuaikan dengan pekerjaan-pekerjaan yang memegang prinsip efektifitas dan kualitas serta kuantitas yang tinggi ikut berpengaruh. Dengan demikian pengangguran lanjut usia akan semakin banyak, dan lanjut usia semakin berada pada garis kemiskinan dan semakin tergantung pada generasi muda Di jaman modernisasi, hubungan orang muda dan orang tua semakin renggang. Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya, sehingga mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan pemberian perawatan terhadap orang tua. Kondisi perkotaan yang berpacu untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan banyak menimbulkan rasa kecemasan, ketegangan, ketakutan, bagi penduduknya yang dapat menyebabkan penyakit mental. Kondisi perkotaan yang besifat individualisme menyebabkan kontak sosial menjadi longgar sehingga penduduk merasa tidak aman, kesepian dan ketakutan.
Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lanjut usia perlu mengetahui kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu diketahui kondisi lanjut usia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial. Dengan mengetahui kondisikondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan orang lanjut usia tergantung pada orang lain. Jika lanjut usia dapat mengatasi persoalan hidupnya maka mereka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah satunya yaitu tidak tergantung pada orang lain.
Dengan demikian angka ratio ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah akan berkurang Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, maka beberapa masalah utama yang dihadapi lanjut usia pada Umumnya adalah :
1)      Menurunnya daya tahan fisik
2)      Masa pensiun bagi lanjut usia yang dahulunya bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang menyebabkan menurunya pendapatan dan hilangnya prestise
3)      Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua
4)      Urbanisasi penduduk usia muda yang menyebabkan lanjut usia terlantar,
5)      Kurangnya dukungan dari keluarga lanjut usia
6)      Pola tempat tinggal lanjut usia; lanjut usia yang hidup di rumah sendiri, tinggal bersama dengan anak /menantu, dan tinggal di panti werdha.
Dengan permasalahan yang komplek yang dialami oleh lanjut usia maka peneliti memilih permasalahan pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan kondisi sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia



DAFTAR PUSTAKA
 

Marylin, M, Fredman, 2010, Buku Ajar Keperawatan Keluarga, Jakarta EGC 
 
Noorkasiani, Tamher, S, 2009, Kesehatan  Usia Lanjut dengan Pendekatan
 Asuhan Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika

Sudaryanto, Agus, Indrawati. 2008, Persepsi Lansia terhadap  Kegiatan
 Pembinaan  Kesehatan Lansia di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas
 Prambanan Yogyakarta, Jurnal Kesehatan, Vol 1



.