Sabtu, 28 September 2013

Kiprahmu Praktik Keperawatan Mandiridi Tahun 2014

Kurang dari setahun lagi, yakni pada 1 Januari 2014 pemerintah akan menjalankan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN merupakan amanat yang harus dijalankan oleh pemerintah karena telah tertuang dalam Undang Undang, sementara jaminan hari tua dan pensiun selambat-lambatnya 1 Juli 2015. Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron mengatakan, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan dijalankan secara bertahap dan ditargetkan di tahun 2019 seluruh masyarakat sudah memiliki jaminan sosial.

Adanya asuransi bagi masyarakat melalui SJSN ini diharapkan dapat menjamin pembiayaan anggota masyarakat ketika sakit. Untuk memastikan mutu layanan kesehatan tersebut, menurut drg. Usman Sumantri, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, saat ini Kemenkes sudah menyiapkan peta jalan sesuai dengan Pepres No.12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 150 juta orang di dunia akan jatuh miskin ketika sakit. Jutaan di antaranya di Indonesia. Tak heran jika masyarakat kita cukup akrab dengan istilah “sadikin” atau sakit sedikit langsung miskin jika sakitnya berat. Di Indonesia berdasarkan data Kemenkes RI baru tiga persen rakyat Indonesia memiliki jaminan kesehatan. Padahal idealnya ketika seseorang sakit, mengalami kecelakaan kerja, atau menganggur, ia tidak harus menggunakan uangnya sendiri.

Selain itu berdasarkan data riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI, jumlah penyakit tidak menular tiap tahun terus meningkat. Padahal penyakit seperti hipertensi, diabetes, atau kanker, menyebabkan biaya tinggi karena pengobatannya seumur hidup. Badan Pelaksanan Jaminan Sosial (BPJS) akan menjadi tempat seluruh rakyat bergotong royong membayar biaya berobat.

Bantuan iuran bagi individu untuk program SJSN yang ditanggung oleh negara bagi warga miskin adalah sebesar Rp 22.202, dimana secara keseluruhan perkiraan kebutuhan dana untuk iuran ini mencapai Rp 21,31-25 triliun per tahun. Sementara itu pola pembayaran iuran untuk karyawan, PNS/Polri berlaku sistem persentase. Bagi PNS sebesar 4 persen per jiwa, 2 persen dari pemerintah dan sisanya dari pegawai. Sedangkan untuk pekerja ditetapkan 3 persen untuk yang masih lajang dan 6 persen bagi yang berkeluarga.

Pembiayaan yang ditanggung bersama secara nasional akan membuat biaya kesehatan menjadi murah. Selain itu sistem jaminan kesehatan sudah terbukti efektif menyehatkan penduduk sakit dan meningkatkan produktivitas warganya. Nantinya, manfaat yang akan didapatkan penduduk dari SJSN ini akan jauh melebihi asuransi kesehatan komersil, Askes, atau Jamkesmas. Aspek manfaat yang akan didapatkan bersifat komperhensif, termasuk perawatan kanker hingga cuci darah, serta berlangsung seumur hidup.

Sesuai UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka PT. Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) akan beralih dari badan usaha milik negara (BUMN) menjadi BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.

Menjelang dijalankannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, pemerintah berusaha untuk menyiapkan kelengkapan fasilitas dan kualitas layanan medis, baik itu pusat kesehatan masyarakat (Puskemas) maupun rumah sakit (RS) milik pemerintah. Nantinya, tidak ada lagi dokter yang berpraktik pribadi di rumah karena semua standarnya adalah klinik.

“Ke depannya, semua yang akan menjadi mitra BPJS harus berstandar klinik. Itu berarti minimal ada tiga dokter yang berpraktik selama 24 jam, ada apotek, juga laboratorium, sehingga semua terintegrasi di satu tempat,” kata Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, drg Usman Sumantri. Jika SJSN sudah dijalankan, pelayanan kesehatan harus dilakukan secara berjenjang. Ini berarti peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus berobat mulai dari layanan dasar, yakni ke puskesmas atau klinik terdekat yang menjadi mitra BPJS.

Melihat dan memperhatikan trend yang berkembang dewasa ini, para Perawat yang saat ini sedang giat-giatnya untuk mendirikan dan membangun praktik Keperawatan mandiri selayaknya harus segera mengadaptasikan rencana yang telah dibuat agar sesuai dengan era kekinian. Artinya bahwa perencanaan yang ada, dimana setiap Perawat berupaya untuk membentuk praktik Keperawatan mandiri secara individual, ke depan harus berkompromi dengan program pemerintah. Artinya adalah mau tidak mau para Perawat pegiat praktik Keperawatan mandiri mencari cara agar dapat terlibat bersama dengan profesi kesehatan lain untuk membentuk klinik swasta bersama lintas profesi yang mampu memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif, baik diagnosis terapi dan rawatannya, juga tetap menjalin kerjasama dengan lembaga yang mengelola BPJS agar biaya pelayanan yang diberikan ter-cover dan dapat dibayarkan melalui program JKSN tersebut.

Ini artinya bahwa peluang berusaha bagi Perawat tetap terbuka lebar, hanya saja ke depan para Perawat pegiat praktik Keperawatan mandiri harus mampu mengintegrasikan praktik Keperawatan mandiri yang dikelolanya masuk kedalam layanan kesehatan yang diberikan oleh klinik swasta. Sehingga secara bersama-sama memberikan pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain.

Selain itu, peluang lain yang masih terbuka adalah bagi Perawat pegiat praktik Keperawatan mandiri yang juga memiliki sejumlah dana, terbuka peluang bagi Perawat tersebut untuk dapat menanamkan sahamnya dalam sebuah klinik swasta dengan bekerja sama dengan profesi lain atau membuka klinik swasta sendiri yang mempekerjakan profesi kesehatan yang lain. Dalam hal ini Perawat tersebut berperan sebagai owner dari klinik swasta yang dikelolanya. 
by ; Rio Pranata ,S.Kep

Tidak ada komentar:

Posting Komentar