PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi yang disertai
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan
hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, kemajuan
ilmu pengetahuan serta keberhasilan dalam program kesehatan. Keberhasilan
tersebut berdampak terhadap meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya
jumlah penduduk yang berusia lanjut cenderung meningkat.
Peningkatan umur harapan hidup masyarakat di
Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Angka Harapan Hidup di Indonesia
Tahun |
Laki-laki
|
Perempuan
|
Total
|
1971
1980
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
|
44,2
50,6
58,1
61,5
63,3
64,9
66,4
67,7
69,0
|
47,2
53,7
61,5
65,4
67,2
68,8
70,4
71,7
73,0
|
45,7
52,2
59,8
63,5
65,3
66,9
68,4
69,8
71,7
|
Sumber: BPS, 1992, 1993 Keterangan: Angka harapan hidup sejak lahir
Saat ini, jumlah orang lanjut usia
di selluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata – rata 60 tahun
dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju
seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang
per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50
tahun sehingga istilah “Baby Boom” pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan
penduduk lanjut usia”.
Berdasarkan Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain,
dapat diketahui jumlah dan prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun
2000 – 2020 sesuai pada tabel berikut ini:
Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Populasi Lansia Indonesia 1971 – 2020
Tahun |
Jumlah Lansia
|
Persentase
|
2000 (d)
|
15.262.199
|
7,28%
|
2005 (d)
|
17.767.709
|
7,97%
|
2010 (d)
|
19.936.859
|
8,48%
|
2015 (d)
|
23.992.553
|
9,77%
|
2020 (d)
|
28.822.879
|
11,34%
|
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro
Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994.
Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994
Meningkatnya umur
harapan hidup dipengaruhi oleh:
1) Majunya
pelayanan kesehata
2) Menurunnya
angka kematian bayi daan anak
3) Perbaikan
gizi dan sanitasi
4) Meningkatnya
pengawasan terhadap penyakit infeksi
Secara individu, pada
usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan
bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit
pada lansia juga bergeser dari penyakit menular menjadi degeneratif.
Survei rumah tangga
tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70%
diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI,
Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap
pasien lansia merupakan tanggung jawab keluarga dan pemerintah khususnya Dinas
social dan tenaga kesehatan. Perubahan – perubahan kecil dalam kemampuan
seorang pasien lansia untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari atau perubahan
kemampuan seorang pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan dukungan
hendaknya memiliki kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial, dan aspek
– aspek lain dari kondisi klien lansia.
Berkaitan dengan
peran pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai salah satu kompetensi yang harus
diemban, maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan klinik
khususnya pada klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik, maka pada
kesempatan mengenyam tahap profesi ini, mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Angkatan I,
kelompok I, diterjunkan secara langsung di Panti Sosial Tresna Werdha “
Bahagia” di Kabupaten Magetan, guna mendapat pengalaman secara langsung
mengenai perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia serta konsep asuhan
keperawatan pada klien lansia yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan.
Tujuan
Tujuan umum
Meningkatkan derajat
kesehatan para lanjut usia.
Tujuan khusus
- Mampu melakukan pengkajian pada lansia
- Mampu merumuskan diagnosa keperawatan lansia
- Mampu menyusun rencana keperawatan.
- Melakukan tindakan keperawatan pada lansia
- Mampu melakukan evaluasi terhadap keberhasilan tindakan yang diberikan.
Sistematika Laporan
Sistematika laporan kegiatan ini adalah:
1) Bab 1 Pedahuluan memuat: Latar Belakang, Tujuan
Kegiatan, dan Sistematika Laporan.
2) Bab 2 Konsep Teori memuat: Konsep Lansia, Konsep
dan asuhan keperawatan pada gastritis.
3) Bab 3 Asuhan Keperawatan Gerontik memuat:
Pengkajian, Perumusan Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan
Evaluasi.
4) Bab 4 Penutup, memuat: Kesimpulan dan Saran.
KONSEP TEORI
Pada bab ini akan
dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep dan Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Hipertensi.
Konsep
Teori Lansia
Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut
usia meliputi:
1)
Usia
pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2)
Lanjut usia
(elderly) antara 60 – 74 tahu
3)
Lanjut usia
tua (old) antara 75 – 90 tahun
4)
Usia sangat
tua (very old) di atas 90 tahun
Proses
Menua
Pada hakekatnya menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga
tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik
ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran,
penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital,
sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan
masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan
usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut dirinya untuk
menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979)
seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah
yang menyertai lansia yaitu:
1)
Ketidakberdayaan
fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2)
Ketidakpastian
ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3)
Membuat
teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4)
Mengembangkan
aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5)
Belajar
memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan
fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan
gerak.
Lanjut usia juga
mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah.
Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang
semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak
berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat
secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara
benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan
perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh
setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan
akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah
memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan
terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para
lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan
kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga
kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut
usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara
ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati
kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri
dan orang lain.
Teori Proses Menua
1)
Teori
– teori biologi
a)
Teori
genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
b)
Pemakaian
dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow
virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e)
Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
f)
Teori
radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h)
Teori
program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel
yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2)
Teori
kejiwaan sosial
a)
Aktivitas
atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan
jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara
hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
b)
Kepribadian
berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah
pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori
ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia
sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c)
Teori
pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya
usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda
(triple loss), yakni :
1.
kehilangan
peran
2.
hambatan
kontak sosial
3.
berkurangnya
kontak komitmen
Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain:
(Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1) Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah
garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga
anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan
dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga
profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan
pembinaan kesejahteraan lansia.
2) Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia
Faktor
– faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1)
Hereditas
atau ketuaan genetik
2)
Nutrisi
atau makanan
3)
Status
kesehatan
4)
Pengalaman
hidup
5)
Lingkungan
6)
Stres
Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada
Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua
sistim organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal,
genito urinaria, endokrin dan integumen.
2)Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a)
Pertama-tama
perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b)
Kesehatan
umum
c)
Tingkat
pendidikan
d)
Keturunan
(hereditas)
e)
Lingkungan
f)
Gangguan
syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g)
Gangguan
konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h)
Rangkaian
dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
i)
Hilangnya
kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan
konsep dir.
2)
Perubahan
spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya ,
hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner, 1970)
2.1.7
Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council ,
dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu :Depresi mental
1)
Gangguan
pendengaran
2)
Bronkhitis
kronis
3)
Gangguan
pada tungkai/sikap berjalan.
4)
Gangguan
pada koksa / sendi pangul\Anemia
5)
Demensia
Konsep Hipertensi
Batasan Hipertensi
Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten . Pada orang
dewasa rata-rata tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan tekanan
diastolik sama atau di atas 90 mm Hg , menurut American Heart Association,
rata-rata dari dua kali pemeriksaan yang
berbeda dalam dua minggu. Menurut
Pusdiknakes Depkes disebutkan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik diatas standar dihubungkan
dengan usia.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :
1.
Hipertensi
esensial (hipertensi primer /
idiopathic) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, sebanyak 90 % kasus.
2.
Hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain , sebanyak 10 % .
Faktor
Predisposisi
Meskipun hipertensi primer
belum diketahui dengan pasti penyebabnya data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor
yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi . Faktor-faktor tersebut
antara lain :
1.
Faktor keturunan
Dari data statistik
terbukti bahwa sesorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
2.
Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah :
umur, jenis kelamin dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan kenaikan
tekanan darah. Tekanan darah pria
umumnya lebih tinggi dibandingkan tekanan darah wanita.Juga statistik di
Amerika menunjukan prevalensi hipertensi
pada orang kulit hitam hampir dua kali
lipat dibandingkan dengan orang kulit putih.
3.
Kebiasaan Hidup.
Kebiasaan hidup yang yang sering menyebabkan hipertensi
adalah :
1)
Konsumsi garam yang
tinggi, dari statistik diketahui bahwa suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam rendah
jarang menderita hipertensi. Dari dunia
kedokteran juga telah dibuktikan bahwa
,pembatasan garam dan pengeluaran
garam / natrium oleh obat diuretik akan
menurunkan tekanan darah lebih lanjut.
2)
Kegemukan atau makan
berlebihan ; dari penelitian kesehatan
terbukti ada hubungan antara kegemukan dan hipertensi . Meskipun mekanisme bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi belum jelas, tetapi
sudah terbukti penurunan berat badan
dapat menurunkan tekanan darah.
3)
Stres dan ketegangan jiwa
; sudah lama diketahui bahwa ketegangan jiwa seperti rasa tertekan, murung,
rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah
dapat mmerangsang kelenjar anak ginjal melepaskaqn hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat , sehingga tekanan darah
akan meningkat. Jika stres berlangsung
cukup lama , tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga tinbul
kelainan organis atau perubahan patologis (Dr. Hans Selye: General Adaptation
Syndrome, 1957). Gejala yang muncul
dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
4)
Pengaruh
lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah sebagai berikut
: merokok: karena merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan darah ;
minum alkohol, minum obat-obat,misal; ephedrin, Prednison, epinefrin.
Patofisiologi
Kerja jantung
terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer. Curah
jantung pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya terutama pada
peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan karena
vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah
tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai
perubahan-perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan
tunika interna dan hipertropi tunika media. Dengan adanya hipertropi dan
hiperplasi, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi
sehingga terjadi anoksia relatif. Keadaan ini dapat diperkuat dengan adanya
sklerosis koroner.
Usaha Pencegahan
Hipertensi.
Pencegahan lebih baik dari
pada pengobatan, demikian juga terhadap hipertensi.pada umumnya, orang
akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya sakit keras
atau meninggal dunia akibat hipertensi.
Sebenarnya sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya, hanya
diperlukan disiplin dan ketekunan menjalankan aturan hidup sehat, sabar, dan
ikhlas (jawa; nrimo) dalam mengendalikan
perasaan dan keinginan atau ambisi. Di
samping berusaha untuk memperoleh kemajuan, selalu sadar atau mawas di ri untuk ikhlas menerima
kegagalan atau kesulitan.
Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi
agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah , tentunya harus disertai
pemakaian obat-obatan yang harus ditentukan oleh dokter. Agar terhindar dari
komplikasi fatal hipertensi, harus
diambil tindakan pencegahan yang baik
(Stop high blood pressure), antara
lain dengan cara sebagai berikut :
1.
Mengurangi konsumsi garam
2.
Menghindari kegemukan
3.
Membatasi konsumsi lemak
4.
Olahraga teratur
5.
Makan banyak sayur segar
6.
Tidak merokok dan tidak minum alkohol
7.
Latihan relaksasi atau meditasi
8.
Berusaha membina hidup
yang positif.
Penanggulangan Hipertensi
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua penatalaksanaan yaitu :
Penatalaksanaan Nonfarmakologis dan
farmakologis
Penatalaksanaan Nonfarmakologis :
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sebetulnya bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan
suatu kelainan dengan gejala gangguan pada mekanisme regulasi tekanan darah
yang timbul.
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja, tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita bertambah kuat (Barry,1987).
Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah dengan jalan memodifikasi
gaya.
Penatalaksanaan farmakologis
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan obat standar yang
dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (
Joint National Commite On Detection, Evaluation and Treatment of high Blood Pressure, USA, 1988)
menyimpulkan bahwa obat diuretik, Penyekat Betha , Antagonis kalsium, atau
penghambatan ACE, dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Bila
tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat dapat
disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama dengan
obat golongan lain. Sasaran penurunan
tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mm Hg dengan efek samping minimal.
Penurunan tekanan dosis obat dapat
dilakukan pada golongan hipertenssi ringan yang sudah terkontrol dengan baik selama 1 tahun.
Komplikasi
Hipertensi
merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner, cedera cerebrovaskuler, dan
gagal ginjal. Hipertensi menetap yang disertai dengan peningkatan tahanan
perifer menyebabkan gangguan paada
endothelium pembuluh darah mendorong
plasma dan lipoprotein ke dalam intima
dan lapisan sub intima dari pembuluh
darah dan menyebabkan pembentukan plaque
/aterosklerosis. Peningkatan tekanan juga menyebabkan hiperplasi otot polos , yang membentuk
jaringan parut intima dan mengakibatkan
penebalan pembuluh darah dengan penyempitan lumen. (Underjillet all.,1989)
dikutip dari Carpenito (1999).
Komplikasi
yang dapat timbul bila hipertensi tidak
terkontrol adalah
1.
Krisis Hipertensi
2.
Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner
dan penyakit jantung hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada
penderita hipertensi.
3.
Penyakit jantung
cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk
timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap kenaikan
tekanan darah.
4.
Ensefalopati
hipertensi yaitu sindroma yang ditandai
dengan perubahan neurologis mendadak
atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan.
5.
Nefrosklerosis karena
hipertensi.
6.
Retinopati hipertenssi.
Kosep
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian klien dengan hipertensi
-
Aktifitas/
istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
-
Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
-
Integritas
Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
-
Eliminasi
Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
-
Makanan/
cairan
Gejala: Makanan yang
disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah,
perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya
oedem.
-
Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub
oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental:
orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.
-
Nyeri/
ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
-
Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/
kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress
respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.
-
Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.
Pemeriksaan Diagnostik
-
Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
-
BUN: memberi informasi tentang fungsi
ginjal.
-
Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
-
Kalsium serum
-
Kalium serum
-
Kolesterol dan trygliserid
-
Px tyroid
-
Urin analisa
-
Foto dada
-
CT Scan
-
EKG
Prioritas keperawatan:
-
Mempertahankan/ meningkatkan fungsi
kardiovaskuler.
-
Mencegah komplikasi.
-
Kontrol aktif terhadap kondisi.
-
Beri informasi tentang proses/
prognose dan program pengobatan.
Diagnosa
Keperawatan:
Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan/ kriteria:
-
Berpartisipasi
dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
-
Melaporkan
peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
-
Menunjukkan
penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:
-
Kaji respon
terhadap aktifitas.
-
Perhatikan
tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
-
Perhatikan
nyeri dada, dyspnea, pusing.
-
Instruksikan
tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir
rambut.
-
Melakukan
aktifitas dengan perlahan-lahan.
-
Beri
dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi.
-
Beri
bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.
Intervensi:
-
Pertahankan
tirah baring selama fase akut.
-
Beri
tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung,
leher, tenang, tehnik relaksasi.
-
Meminimalkan
aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal:
membungkuk, mengejan saat buang air besar.
-
Kolaborasi
dalam pemberian analgetika, anti ancietas.
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi
motorik sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.
Kriteria:
Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit pada sedikitnya empat kali sehari.
R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus
dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif pada
ekstremitas yang sakit tiga sampai empat kali sehari. Lakukan latihan dengan
perlahan untuk memberikan waktu agar otot rileks dan sangga ekstremitas di atas
dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan jaringan.
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak digunakan. Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor
dapat terjadi karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan abduktor.
3) Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk
meluruskan postur tubuh.
R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kontraktur permanen.
4) Siapkan mobilisasi progresif.
R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah
dapat menyebabkan penurunan tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik)
karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara
bertahap akan menurunkan keletihan dan peningkatan tahanan.
5) Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke
aktivitas fungsional sesuai indikasi.
R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang
pandang, motorik atau persepsi.
Kriteria hasil:
-
Mengidentifikasi
faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
-
Memperagakan
tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
-
Meminta
bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya
lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.
2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah
ajarkan klien untuk melakukan:
-
Kaji suhu
air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
-
Kaji
ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
-
Pertahankan
kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi
persepsi klien terhadap suhu.
3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang
berkenaan dengan pengunaan alat bantu.
R/ Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak
pas dapat meyebabkan regangan atau jatuh.
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan
keamanan di rumah.
R/ Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan
[emasangan alat bantu ini dan
Pelaksanaan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata,
adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas
dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
2.
Mengatur
diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
3.
Dilarang
merokok atau menghentikan merokok.
4.
Merubah
kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
5.
Melakukan
exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi berupa:
-
Pengelolaan
secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
-
Harus
dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil
mungkin.
-
Faktor-faktor
resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
-
Batasi
aktivitas.
Daftar Pustaka
Agus
Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Callahan,
Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat
Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito
Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an
Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and Company. Boston
Doenges
marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn
C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT
Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2.
Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta
Guyton
and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Hudak
and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing.
Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik.
Gramedia. Jakarta